Senin, 08 Oktober 2012

Bahaya Merokok Dan Narkoba



 Tidak tanggung tanggung setiap tahunnya ada 17 ribu orang yang mati sia sia karna mengkonsumsi narkoba, lebih parahnya lagi kebanyakan yang menjadi korban adalah kaum pelajar mulai dari siswa SMP hingga mahasiswa, bahkan para pengedar narkoba tak tanggung tanggung anak SD pun menjadi sasaran dagangannya.
Sungguh ironi memang apa yang sedang dihadapi bangsa Ini, selain kerugian material yang sangat besar, korban yang berjatuhan belasan ribu orang, yang kebanyakan kaum pelajar, yang nantinya akan menjadi calon penerus bangsa, moral bangsa Indonesia di anggap rendah di mata dunia.
Maka mulai dari sekarang kita harus memikirkan apa cara penanggulangan nya, karena hingga saat ini angka kematian karna penyalahgunaan narkoba, bukannya berkurang tapi bertambah setiap tahunnya, oleh karena itu perang orang tua tua begitu penting untuk meminimalisir penggunaan narkoba, selain orang tua, mereka juga harus mendapat arahan dari guru, tokoh agama, untuk memberikan himbauan kepada seluruh lapisan masyarakat, agar tidak terlibat narkoba,yang dapat merusak masa depan anak bangsa.


Bahaya narkoba bagi tubuh kita

Penelitian klinis terhadap penderita narkoba memperlihatkan bahwa manifestasi klinis penderita narkotik terutama yang memakai dengan cara menghirup dan menyuntik narkotik adalah demam pada sekitar 75% sampai dengan 100% kasus, yang disertai letih lesu pada 30% kasus. Didapatkan berat badan penderita narkoba menurun pada sekitar 10 – 15% kasus. Sesak nafas terjadi pada sekitar 10% kasus yang diteliti.
Pemeriksaan jasmani penderita narkotik mendapati adanya radang paru yang disertai pembesaran limpa, penyakit jantung, kerusakan hati atau kerusakan ginjal, Pada suatu tahap, penderita datang dalam keadaan syok akibat over dosis atau kerusakan organ tubuh yang disebutkan diatas.. Gejala gejala tersebut sangat mirip dengan radang paru (Broncho Pneumonia), TBC, Gagal jantung, Demam Rheumatik atau tersebarnya kuman dalam darah. Tahap akhir bagi pengguna narkoba yang memakai narkoba suntik adalah terpapar penyakit HIV/AIDS Kita harus wajib mewaspadai bila pasien datang dua kali berobat dengan gejala yang hampir sama disertai tanda tanda pemakaian narkoba.
Pengobatan radang paru penderita narkotik harus disertai disertai pengobatan terhadap ketergantungan narkotiknya. Tidak terdapat kesulitan yang berarti dalam mengobati kelainan pari yang dideritanya. Guna mengobati ketergantungan narkotiknya, saya segera menghubungi isteri dan orang tuanya dan berkomunikasi guna merujukkan penderita tersebut pada salah satu tempat pengobatan narkotik di Jakarta.
Dari penelitian, beberapa faktor individu seperti rasa ingin tahu dan ingin mencoba, tak dapat bertindak tegas terhadap tawaran teman , rasa kurang percaya diri, persepsi yang tidak realistis serta berbagai sebab lain menyebabkan seseorang dapat memakai narkotik. Selain itu faktor lingkungan seperti mudahnya didapatkan zat adiksi selama 5 tahun terakhir ini, komunikasi orangtua –isteri – anak yg tidak efektif dan tak harmonis, tekanan teman sebaya /sekelompok dan berbagai faktor lingkungan lainnya, membuat ia mencoba memakai narkotik. Oleh karena itu semua orang tua patut waspada kalau terjadi perubahan sikap pada anaknya atau sering timbulnya penyakit pada anaknya.
Kasus –kasus seperti Toni ternyata terus bertambah di Indonesia setiap hari, walaupun masyarakat terus menggalakkan penangkalan NAPZA dan telah ada Undang – Undang Psikotropika dan Narkotika untuk menghadapinya sehingga kondisi sekarang patut disebut bencana nasional. Kondisi ekonomi Indonesia yang sulit serta mudahnya mendapatkan uang haram melalui perdagangan tersebut telah membutakan sebagian anggauta kelompok masyarakat dan segelintir oknum petugas/pejabat sehingga mereka tak perduli terhadap rusaknya mental masyarakat Indonesia. Para pakar memperkirakan bahwa pemakai candu di Indonesia sebenarnya 100 kali lebih banyak dari penderita yang terdeteksi datang di tempat pelayanan/rumah sakit/ tertangkap oleh polisi. Semoga kita semua menyadari bahaya pemakaian narkoba bagi masyarakat kita.
Bebaskan Diri dari Dampak Narkoba
MASALAH narkotik, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) memang bukan monopoli sebuah negara saja. Hampir di setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang, memiliki masalah tersebut. Berbagai macam cara dilakukan oleh pemerintah masing-masing negara untuk “menumpas” napza dari buminya, namun tidak ada satu pun negara yang tercatat telah berhasil mengalahkan musuh besar tersebut.
Australia, sebagai negara maju yang letaknya tidak terlalu jauh dari daerah The Golden Triangle tidak luput dari masalah tersebut. Bahkan Australia pun menghadapi masalah ketergantungan pada tembakau dan alkohol. Dampak yang ditimbulkan, sangat luar biasa dan membuat Pemerintah Australia tercengang.
Berdasarkan perhitungan terakhir diperkirakan pada tahun 1998, kurang lebih 22.500 orang akan meninggal sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari pemakaian napza berbahaya. Sekitar 17.500 orang Australia dirawat di rumah sakit karena keadaan yang diakibatkan oleh pemakaian tembakau, alkohol, dan jenis narkoba lain (Biro Intelijen Australia, 1999).
Dalam akhir tahun 1990-an hampir dapat dipastikan bahwa satu dari lima kematian di Australia berhubungan dengan pemakaian narkoba (Dewan Menteri mengenai Strategi Narkoba, 1998).
Pada tahun 1960-an di Australia mulai terjadi perubahan dalam hal pola pemakaian narkoba, yakni banyaknya narkotika ilegal beredar dan meningkatnya jumlah kaum muda yang mengkonsumsi narkoba. Pada masa itulah pemakaian narkoba mulai identik dengan kaum muda.
Kenyataan tersebut sangat mengejutkan masyarakat Australia, dan pada awal tahun 1970-an mereka mulai mengakui, mereka memiliki masalah narkoba. Apalagi kenyataan menunjukkan, meningkatnya jumlah pemakaian narkoba secara ilegal menjadi penyebab meningkatnya perkara kriminal, serta menurunnya standar kesehatan.
Bertambahnya perhatian dan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan itu, mendesak Pemerintah Australia untuk melindungi masyarakat dan menanggulangi masalah narkoba. Biaya untuk usaha penegakan hukum dinaikkan jumlahnya, dan hukuman yang lebih berat untuk pemasok serta pemakai mulai diberlakukan.
Memang usaha pencegahan sebelumnya cenderung difokuskan pada pemberian peringatan kepada masyarakat mengenai bahaya pemakaian narkoba. Taktik kejutan dan ketakutan digunakan di media massa Australia, untuk membuat kaum muda memiliki rasa takut pada narkoba. Namun kampanye itu tidak membuahkan hasil yang memuaskan.
Kaum muda terus bereksperimen dengan narkoba dan statistik pemakaian narkoba terus menanjak. Kampanye pencegahan antinarkoba dan program pendidikan sekolah tidak berhasil mengubah perilaku pemakaian narkoba pada kaum muda, dan mencegah persoalan mereka yang berhubungan dengan narkoba.
MESKIPUN telah ada kebijakan pencegahan, mekanisme pemasok pasar dan permintaan narkoba ilegal tetap bertambah, khususnya di antara kaum muda. Kriminalitas meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pemakai narkoba dan ketersediaan narkoba ilegal. Tindakan pelarangan selama satu dekade yang diarahkan pada usaha memusnahkan narkoba, meningkatnya harga narkoba, dan pencegahan pemakaian narkoba yang lebih jauh, ternyata tidak membawa hasil di Australia. Dengan bertam-bahnya jumlah kaum muda yang menjadi korban pemakaian narkoba, masyarakat dan pemerintah semakin menyadari akan perlunya pendekatan kebijakan yang lebih terpadu untuk menanggulangi masalah narkoba.
Walaupun usaha pencegahan pemakaian narkoba melalui pendidikan di sekolah-sekolah di Australia telah dimulai pada tahun 1970-an, baru pada pertengahan tahun 1980-an lah usaha pencegahan dimulai dengan benar. Sejak tersedianya dana Commonwealth untuk strategi pencegahan dasar dan pendidikan mengenai narkoba, program di sekolah-sekolah bertambah baik mutunya dan Australia telah memulai kampanye pencegahan anti-narkoba yang sangat baik.
Pada tahun 1985, Australia secara radikal mengubah arah kebijakan tentang narkoba, menjadi kebijakan bersama memperkecil bahaya. Usaha memperkecil bahaya memerlukan aparat kesehatan, pendidikan, pengadilan, dan penegak hukum untuk bekerja sama di tingkat nasional dan tingkat negara bagian.
Tujuan utama dari partnership itu untuk memperkecil akibat buruk dari pemakaian narkoba di tengah masyarakat Australia. Usaha memperkecil bahaya adalah perpaduan antara pengurangan pasokan (penegakan hukum) dan pengurangan permintaan (pendidikan), untuk mengurangi akibat pemakaian narkoba terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi kepada si pemakai dan masyarakat.
Sejak pertengahan tahun 1980-an, Kampanye Nasional Melawan Penyalahgunaan Narkoba terlibat dalam usaha nasional untuk memperkecil akibat berbahaya dari pamakaian narkoba di Australia. Kampanye itu terlibat dalam pengembangan dan pelaksanaan beragam strategi untuk mengurangi keinginan, permintaan dan kebutuhan akan narkoba.
Dengan bantuan Drug Offensive, Commonwealth, bekerja-sama dengan pemerintah negara bagian/teritori, organisasi masyarakat, lembaga narkoba dan alkohol, dan aparat pendi-dikan bersama-sama mengembangkan kampanye bagi masyarakat, program kesehatan masyarakat dan pendidikan di sekolah.
SEJAK kampanye ini, secara resmi Australia memakai tiga pendekatan untuk menanggulangi masalah pemakaian narkoba. Pertama pengurangan pasokan (supply reduction), pengurangan permintaan (demand reduction), dan pengurangan bahaya (harm reduction). Program pertama dan kedua telah dilakukan bertahun-tahun, namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Akhirnya Australia memutuskan untuk juga melakukan program ketiga, yakni pengurangan bahaya, dan hasilnya sangat memuaskan.
Untuk pengurangan pasokan, Australia semakin memperketat pembatasan akses untuk mendapatkan narkoba. Misalnya untuk mendapatkan narkoba legal, diterapkan batasan umur, pembatasan tempat pemakaian, dan pembatasan tempat pembelian. Sementara untuk narkoba ilegal, Australia juga melakukan pembinasaan produksi narkoba, menyeret petani yang menanam narkoba ke pengadilan, dan melakukan program subsitusi tanaman.
Subsitusi tanaman ini merupakan kampanye agar petani mau mengganti tanaman narkobanya dengan jenis tanaman lain seperti kopi dan coklat. Program ini kurang diminati petani karena uang yang dida-
pat dari tumbuhan narkoba jauh lebih besar dari pada tumbuhan pengganti. Sementara itu program tersebut tetap diiringi dengan tindakan pencegahan dan represi yang dilakukan aparat hukum.
Di seluruh negara bagian dan teritori, Australia melakukan program pengurangan permintaan. Program ini dijalankan di jalur pendidikan, di pusat kesehatan masyarakat, dan tempat rehabilitasi ketergantungan narkoba. Pada program pendidikan penanggulangan narkoba, Australia telah menyadari bahwa cara menakut-nakuti tidak efektif bagi para pengguna. Informasi yang disebarkan dalam berbagai bentuk tentang bahaya narkoba juga kurang efektif. Sedangkan pendekatan dengan teman sebaya, dirasa-kan tidak menyelesaikan masalah.
Program pengurangan bahaya bertujuan untuk membatasi atau mengurangi bahaya akibat pemakaian narkoba. Ba-haya-bahaya yang timbul antara lain masalah kesehatan, biaya sosial, dan biaya ekonomi. Program pengurangan bahaya secara prinsip merupakan tujuan pragmatis jangka pendek. Program ini akan melibatkan para pemakai narkoba dengan menjalankan hirarki risiko.
Hirarki risiko maksudnya, pertama mengajak pemakai narkoba untuk tidak menggunakan narkoba lagi. Kedua, bila mereka tidak bisa, sehingga terpaksa menggunakan narkoba, jangan menggunakan narkoba suntik. Ketiga, jika terpaksa menggunakan jarum suntik, selalu menggunakan jarum suntik baru yang steril dan tidak ber-bagi jarum suntik maupun peralatan menyuntik lainnya.
Keempat, jika tidak ada ja-rum suntik baru yang steril atau harus berbagi jarum suntik, selalu menyucihamakan jarum suntik tersebut sebelum setiap pemakaian.
Ada beberapa strategi pengurangan bahaya yang dilakukan Australia. Antara lain menyediakan program pertukaran jarum suntik, menyediakan berbagai macam jenis perawatan, penjangkauan (outreach) farmakoterapi, dan program untuk mencapai pemutusan pemakaian narkoba.
Hasil yang dicapai dari ‘perkawinan’ tiga upaya pengurangan ini ternyata sangat menakjubkan. Di kota-kota yang menjalankan program pertukaran jarum suntik menunjukkan angka HIV menurun sebesar 5,8 persen per tahun. Sedangkan kota-kota yang tidak melakukan program pertukaran jarum suntik menunjukkan adanya peningkatan HIV sebesar 5,9 persen per tahun.
Di Sydney yang pada akhir tahun 1980-an memiliki angka HIV di antara pengguna narkoba dengan jarum suntik (Injecting Drug User/IDU) sebesar 3-5 persen. Setelah melakukan program pertukaran jarum suntik, program metadon, dan penjangkauan pada tahun 1987-1988, angka HIV di antara IDU kurang dari 4 persen. Sedangkan pada tahun 1996 angka itu semakin turun menjadi kurang dari 3 persen.
Evaluasi terhadap program pertukaran jarum suntik ini menunjukkan, program ini mampu menyelamatkan sekitar 3.000 nyawa pada tahun 1991 saja. Hanya diperlukan biaya 400 dollar Australia untuk setiap nyawa yang diselamatkan. Namun biaya ini tidak seberapa dibandingkan biaya yang dapat dihemat sebesar 300 juta dollar Australia per tahun untuk penanggulangan HIV.

Rabu, 21 Maret 2012

KEDUDUKAN ANAK DALAM KELUARGA


Menurut Zainuddin anak mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena ia menjadi pelanjut keberadaan manusia.[1] Proses pergantian ini terus berlanjut dari generasi kegenerasi berikutnya. disini anak berfungsi sebagai generasi penerus atau bisa disebut penyambung keturunan. Jadi, ia adalah manusia masa depan.
Sementara itu Al-Ghazali yang dikutip oleh Nur Uhbiyati mengungkapkan bahwa anak adalah amanah Alah yang harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah.[2] Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikansebuah mutiara yang elum diukir dan belum dibentuk tapi sangat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. Maka ketergantungan anak kepada pendidikannya termasuk kepada orang tuanya terlihat jelas sekali.
Menurut Abu Ahmadi periodisasi pertumbuhan anak itu bermacam-macam, tetapi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :[3]
a.       Peridesasi pertumbuhan yang berdasarkan biologis.
b.      Peridesasi pertumbuhan yang berdasarkan didaktis.
c.       Peridesasi pertumbuhan yang berdasarkan psikologis.
Sebelum lebih jauh membahas konsep anak dalam perspektif Islam secara berurutan penyusun akan memaparkan konsep anak dalam perspektif barat. Hal ini dimaksudkan sebagai bahan komparatif dalam mencapai kesempurnaan Hadist. Berikut ini akan diterangkan maksud dan orientasi serta penjelasan dari masing-masing periodisasi yang telah disampaikan :
1)        Periodisasi yang Berdasarkan Biologis.
Yang dimaksud dengan periodidasi berdasarkan biologis, para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap pekembangan kejiwaan seorang anak.
Aristoteles merumuskan perkembangan anak dengan tiga fase perkembangan yakni :
a)      Fase satu, umur 0,0-7;0 disebut masa anak kecil, kegiatan anak waktu ini hanya bermain
b)      Fase dua umur 7;0-14 disebut masa anak atau masa sekolah, dimana anak mulai belajar di rumah atau di sekolah dasar.
c)      Fase tiga umur 14;0-21;0 disebut masa remaja atau pubertas masa ini adalah masa peralihan (masa transisi dari anak menjadi orang dewasa).
Pendapat ini dikategorikan pada periodisasi yang berdasarkan pada biologis, karena Aristoteles menunjukan bahwa antara fase I dan fase II itu  ditandai dengan  adanya pergantian gigi, serta batas antara fase ke II dan ke III ditandai dengan pertumbuhan kelenjar.
2)        Peridesasi Berdasarkan Didaktis.
Yang dimaksud dari tinjauan ini adalah dari keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan didalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
Johan Amos Comenius (Komensky) membagi perkembangan anak sebagai berikut :
a)      Scole Materna (Sekolah Ibu) usia 0;0-6;0. Masa anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra dibawah asuhan ibu (keluarga)
b)      Scole Vermacula (Sekolah Bahasa Ibu)} usia 6;0-12;0, mengembangkan pikiran, ingatan dan perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (Bahasa Ibu)
c)      Scole Latina (sekolah bahasa latin), usia 12;0-18;0, masa anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
d)     Academia (Akademik) adalah media pendidikan yang tepat pada anak usia 18;0 sampai 24;0 tahun.

3)      Peridisasi Berdasarkan Psikologis.
Pada pembagian ini, para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut biologis atau didaktis lagi. Sehingga mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya yang murni.
Charlotte Buhler membagi perkembangan anak menjadi lima fase yakni :
a)      Fase I (0;0-1;0) perkembangan sikap subjektif menuju objektif.
b)      Fase II (1;0-4;0) makin luasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya, atau mengenal dunia secara subjektif.
c)      Fase III (4;0-8;0) masa memasukkan diri kedalam masyarakat secara objektif, adanya hubungan diri dengan lingkungan social dan mulai menyadari akan kerja, tugas serta prestasi.
d)     Fase IV (8;0-13;0) munculnya minat kedunia objek sampai pada pucaknya, yang mulai memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar.
e)      Fase V (13;0-19;0) masa penemuan diri dan kematangan yakni shynthesa sikap subjektif dan objektif.

Adapun konsep anak dalam persfektif Islam sebagaimana dipaparkan oleh Nur Uhbiyati sebagai berikut :[4]
1)      Pertumbuhan yang berdasarkan biologis.
Allah berfirman dalam Surat Al-Mu’min ayat 67 :
هوالدى خلقكم من تراب ثم من نطفة ثم يخرجكم طفلا ثم لتبلغوا أشدكم ثم لتكونوا شيوخا ومنكم منيتوفى من قبل ولتبلغواأجلامسمى ولعلكم تعقلون
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai pada masa dewasa kemudian kamu dibiarkan hidup lagi sampai tua diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu (kami perbuat demikian supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya).”
Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa anak itu tumbuh, dan pertumbuhannya itu melalui fase-fase sebagai berikut :
a.       Masa embrio (manusia dalam perut ibu)
b.      Masa kanak-kanak
c.       Masa kuat (kuat jasmani dan rohani atau pikirannya)
d.      Masa tua
e.       Masa meninggal dunia
2)      Pertumbuhan yang berdasarkan psikologis
Diantara para ahli pendidikan Islam yang mempunyai perhatian pendidikan terhadap anak berdasarkan psikologis adalah Ali Fikri. Menurut beliau pertumbuhan anak itu melalui 12 fase sebagai berikut
a.       Masa kanak-kanak; dari lahir sampai umur 7 tahun.
Beliau mengatakan bahwa : umur 40 hari : ia telah dapat tersenyum dan dapat melihat. Pada saat ini anak juga dapat merasa sakit; merasakan hajat-hajt biologis.
Umur 6 bulan : anak telah mempunyai kemauan.
Umur 7 bulan : anak telah tumbuh giginya.
Tahun ke 2 : anak dapat mulai berjalan.
Tahun ke 3 : pada diri anak telah terbentuk keinginannya serta kemauannya.
Tahun ke 4 : anak telah mempunyai ingatan.
Tahun ke 7 : ia dapat menetapkan sesuatu menurut hokum-hukum sendiri. Anak pada umur ini jasmani dan rohaninya masih dalam taraf perkembangan. Mereka mengukur segala sesuatunya secara egosentris.
b.      Masa berbicara; mulai dari usia 8 tahun sampai 14 tahun, masa ini dapat juga disebit periode cita-cita, sebab pada masa ini anak menuju kearah segala sesuatu yang berhubungan erat dengan tabiat dan akalnya. Pada masa ini orang tua harus menaga jasmaninya, misalnya dengan olahraga, bekerja dan lain-lain karena jiwa sehat terdapat pada jasmani yang sehat.
c.       Pada masa akil baligh dari umur  15-21 tahun.
d.      Masa syabibah (adolesson) dari umur 22-26 tahun.
e.       Masa rujulah (pemuda pertama atau dewasa) dari umur 29-42 tahun.
f.       Masa kuhulah (dari umur 43-49 tahun)
g.      Masa umur menurun dari 50-56 tahun.
h.      Masa kakek-kakek atau nenk-nenek pertama dari 56-63 tahun.
i.        Masa kakek-kakek atau nenek-nenek kedua dari 64-75 tahun.
j.        Masa harom atau pikun dari 75-91 tahun.
k.      Masa meninggal
“Berkata Anas : bersabda Nabi Muhammad SAW. Anak itu pada hari ketujuh dari lahirnya disembelihkan akiakah dan diberi nama serta dicukur rambutnya, kemudian setelah umur enem tahun dididik beradab setelah Sembilan tahun dipisah tempat tidurnya bila telah berumur 13 tahun dipukul karena meninggalkan shalat setelah 16 tahun dikawinkan oleh orang tuanya kemudian ayahnya berjabat tangan dan mengatakan : saya telah mendidik kamu mengajar dan menawinkan kamu. Saya mohon kepada Tuhan agar dijauhkan dari fitnahmu di dunia dan siksamu di akhirat.”

Hadits tersebut memberi pengertian bahwa fase-fase pertumbuhan anak berdasarkan didaktis atau pendagogis adalah sebagai berikut :
a.       Periode pendidikan pertama : sejak lahir sampai umur 6 tahun, anak dijaga dari segala yang mengotorkan jasmani dan rohani yakni antara lain cara disembelihkan akikah dan diberi nama yang baik dengan kata lain periode ini adalah masa pendidikan secara dresser (pembiasaan) dalam hal-hal yang baik.
b.      Periode pendidikan kedua, yakni anak dididik tentang adab kesusilaan. Pendidikan ini dimulai umur 6 tahun.
c.       Periode pendidikan ketiga : anak dididik seksualnya dengan cara memisahkan tempat tidurnya dari orang tuanya sebab hubungan seksual ayah dan ibu bila sampai dilihat oleh anaknya akan membahayakan jiwa anak tersebut karena anak mempunyai sifat suka meniru perbuatan orang lain terutama orang tuanya. Anak dalam periode ini menginjak umur 9 tahun.
d.      Periode pendidikan keempat : yakni bagi anak yang berumur 13 tahun diharuskan mejalankan shalat untuk menenangkan jiwanya karena masa ini anak mulai memasuki alam pubertas dimana pada masa ini anak mengalami kegoncangan jiwa yang sangant membutuhkan pimpinan yang teguh.
e.       Periode pendidikan kelima : yakni bagi anak umur 16 tahun. Pada masa ini anak mengalami masa kedewasaan nafsu birahi (seksnya) yang banyak memerlukan penjagaan dari orang tuanya agar tidak terjadi akses-akses seksual yang merugikan. Maka dari itu, ayah diijinkan mengawinkan anaknya sebab menurut pandangan Islam kawin merupakan jalan sebaik-baiknya bagi pencegahan akses-akes seksual tersebut. Adapun mengenai hikmah perkawinan tersebut seperti yang tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya sebagai berikut:
“Hai para pemuda bila kamu telah mempunyai biaya, kawinlah karena kawin itu dapat menenangkan pandangan mata (hati) dan lebih menjaga parji. Dan barang siapa yang belum bisa kawin maka berpuasalah karena berpuasa itu dapat mengurangi syahwat”.
f.       Periode pendidikan ke enam yakni bagi umur dewasa (16-21 tahun). Pada waktu ini, anak telah dilepaskan oleh orang tua dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri tidak bergantung lagi pada orang tuanya. Anak pada masa ini harus dididik dirinya sendiri.
Disamping itu, didalam Islam terdapat pula periodisasi pertumbuhan yang dinamakan “masa haddlanah” atau masa pendidikan kanak-kanak. Masa ini bagi anakl umur 0-7 tahun. Sedangkan masa selanjutnya disebut masa dhom yakni bagi anak yang berumur 7 tahun sampai dewasa. Untuk masa hadlanah yang berhak menjadi pendidiknya adalah pihak ibu, karena itu adalh lebih kasihsayang terhadap anak daripada anaknya. Sedangkan pada dhom tanggung jawab pendidikan diletalkan pada ayahnya. Bila anaknya laki-laki dilatih untuk pekerjaan yang berhubungan dengan tugas kaum pria. Bagi anak perempuan masa dhom ini tetap sampai kawin, karena ibulah yang dapat mendidik anaknya dalam hal yang mengenai pekerjaan-pekerjaan wanita. 
Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perspektif Islam anak merupakan amanah Allah yang harus dipelihara dan diklembangkan potensinya (biologis, didaktis dan psikologis) melalui proses pendidikan yang sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangannya. Para pendidik Islam seharusnya mengetahui usia-usia perkembangan tersebut diatas berserta cirri masing-masing usia perkembangan itu, karena umunya perkembangan seseorang dengan yang lain kemungkinan besar tidak sama. Dengan mengetahui usia perkembangan dengan cirri-ciri mereka maka pendidik (ayah dan ibu) dapat melayani kebutuhan anak didiknya dengan baik.



[1] Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali  (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), 18.
[2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,  91.
[3] Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), 36-41.
[4] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,  92-96.