Menurut Zainuddin anak mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena ia menjadi pelanjut keberadaan manusia.[1] Proses pergantian ini terus berlanjut dari generasi kegenerasi berikutnya. disini anak berfungsi sebagai generasi penerus atau bisa disebut penyambung keturunan. Jadi, ia adalah manusia masa depan.
Sementara itu Al-Ghazali yang dikutip oleh Nur Uhbiyati mengungkapkan bahwa anak adalah amanah Alah yang harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah.[2] Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikansebuah mutiara yang elum diukir dan belum dibentuk tapi sangat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. Maka ketergantungan anak kepada pendidikannya termasuk kepada orang tuanya terlihat jelas sekali.
Menurut Abu Ahmadi periodisasi pertumbuhan anak itu bermacam-macam, tetapi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :[3]
a. Peridesasi pertumbuhan yang berdasarkan biologis.
b. Peridesasi pertumbuhan yang berdasarkan didaktis.
c. Peridesasi pertumbuhan yang berdasarkan psikologis.
Sebelum lebih jauh membahas konsep anak dalam perspektif Islam secara berurutan penyusun akan memaparkan konsep anak dalam perspektif barat. Hal ini dimaksudkan sebagai bahan komparatif dalam mencapai kesempurnaan Hadist. Berikut ini akan diterangkan maksud dan orientasi serta penjelasan dari masing-masing periodisasi yang telah disampaikan :
1) Periodisasi yang Berdasarkan Biologis.
Yang dimaksud dengan periodidasi berdasarkan biologis, para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap pekembangan kejiwaan seorang anak.
Aristoteles merumuskan perkembangan anak dengan tiga fase perkembangan yakni :
a) Fase satu, umur 0,0-7;0 disebut masa anak kecil, kegiatan anak waktu ini hanya bermain
b) Fase dua umur 7;0-14 disebut masa anak atau masa sekolah, dimana anak mulai belajar di rumah atau di sekolah dasar.
c) Fase tiga umur 14;0-21;0 disebut masa remaja atau pubertas masa ini adalah masa peralihan (masa transisi dari anak menjadi orang dewasa).
Pendapat ini dikategorikan pada periodisasi yang berdasarkan pada biologis, karena Aristoteles menunjukan bahwa antara fase I dan fase II itu ditandai dengan adanya pergantian gigi, serta batas antara fase ke II dan ke III ditandai dengan pertumbuhan kelenjar.
2) Peridesasi Berdasarkan Didaktis.
Yang dimaksud dari tinjauan ini adalah dari keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan didalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
Johan Amos Comenius (Komensky) membagi perkembangan anak sebagai berikut :
a) Scole Materna (Sekolah Ibu) usia 0;0-6;0. Masa anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra dibawah asuhan ibu (keluarga)
b) Scole Vermacula (Sekolah Bahasa Ibu)} usia 6;0-12;0, mengembangkan pikiran, ingatan dan perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (Bahasa Ibu)
c) Scole Latina (sekolah bahasa latin), usia 12;0-18;0, masa anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
d) Academia (Akademik) adalah media pendidikan yang tepat pada anak usia 18;0 sampai 24;0 tahun.
3) Peridisasi Berdasarkan Psikologis.
Pada pembagian ini, para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut biologis atau didaktis lagi. Sehingga mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya yang murni.
Charlotte Buhler membagi perkembangan anak menjadi lima fase yakni :
a) Fase I (0;0-1;0) perkembangan sikap subjektif menuju objektif.
b) Fase II (1;0-4;0) makin luasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya, atau mengenal dunia secara subjektif.
c) Fase III (4;0-8;0) masa memasukkan diri kedalam masyarakat secara objektif, adanya hubungan diri dengan lingkungan social dan mulai menyadari akan kerja, tugas serta prestasi.
d) Fase IV (8;0-13;0) munculnya minat kedunia objek sampai pada pucaknya, yang mulai memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar.
e) Fase V (13;0-19;0) masa penemuan diri dan kematangan yakni shynthesa sikap subjektif dan objektif.
Adapun konsep anak dalam persfektif Islam sebagaimana dipaparkan oleh Nur Uhbiyati sebagai berikut :[4]
1) Pertumbuhan yang berdasarkan biologis.
Allah berfirman dalam Surat Al-Mu’min ayat 67 :
هوالدى خلقكم من تراب ثم من نطفة ثم يخرجكم طفلا ثم لتبلغوا أشدكم ثم لتكونوا شيوخا ومنكم منيتوفى من قبل ولتبلغواأجلامسمى ولعلكم تعقلون
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai pada masa dewasa kemudian kamu dibiarkan hidup lagi sampai tua diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu (kami perbuat demikian supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya).”
Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa anak itu tumbuh, dan pertumbuhannya itu melalui fase-fase sebagai berikut :
a. Masa embrio (manusia dalam perut ibu)
b. Masa kanak-kanak
c. Masa kuat (kuat jasmani dan rohani atau pikirannya)
d. Masa tua
e. Masa meninggal dunia
2) Pertumbuhan yang berdasarkan psikologis
Diantara para ahli pendidikan Islam yang mempunyai perhatian pendidikan terhadap anak berdasarkan psikologis adalah Ali Fikri. Menurut beliau pertumbuhan anak itu melalui 12 fase sebagai berikut
a. Masa kanak-kanak; dari lahir sampai umur 7 tahun.
Beliau mengatakan bahwa : umur 40 hari : ia telah dapat tersenyum dan dapat melihat. Pada saat ini anak juga dapat merasa sakit; merasakan hajat-hajt biologis.
Umur 6 bulan : anak telah mempunyai kemauan.
Umur 7 bulan : anak telah tumbuh giginya.
Tahun ke 2 : anak dapat mulai berjalan.
Tahun ke 3 : pada diri anak telah terbentuk keinginannya serta kemauannya.
Tahun ke 4 : anak telah mempunyai ingatan.
Tahun ke 7 : ia dapat menetapkan sesuatu menurut hokum-hukum sendiri. Anak pada umur ini jasmani dan rohaninya masih dalam taraf perkembangan. Mereka mengukur segala sesuatunya secara egosentris.
b. Masa berbicara; mulai dari usia 8 tahun sampai 14 tahun, masa ini dapat juga disebit periode cita-cita, sebab pada masa ini anak menuju kearah segala sesuatu yang berhubungan erat dengan tabiat dan akalnya. Pada masa ini orang tua harus menaga jasmaninya, misalnya dengan olahraga, bekerja dan lain-lain karena jiwa sehat terdapat pada jasmani yang sehat.
c. Pada masa akil baligh dari umur 15-21 tahun.
d. Masa syabibah (adolesson) dari umur 22-26 tahun.
e. Masa rujulah (pemuda pertama atau dewasa) dari umur 29-42 tahun.
f. Masa kuhulah (dari umur 43-49 tahun)
g. Masa umur menurun dari 50-56 tahun.
h. Masa kakek-kakek atau nenk-nenek pertama dari 56-63 tahun.
i. Masa kakek-kakek atau nenek-nenek kedua dari 64-75 tahun.
j. Masa harom atau pikun dari 75-91 tahun.
k. Masa meninggal
“Berkata Anas : bersabda Nabi Muhammad SAW. Anak itu pada hari ketujuh dari lahirnya disembelihkan akiakah dan diberi nama serta dicukur rambutnya, kemudian setelah umur enem tahun dididik beradab setelah Sembilan tahun dipisah tempat tidurnya bila telah berumur 13 tahun dipukul karena meninggalkan shalat setelah 16 tahun dikawinkan oleh orang tuanya kemudian ayahnya berjabat tangan dan mengatakan : saya telah mendidik kamu mengajar dan menawinkan kamu. Saya mohon kepada Tuhan agar dijauhkan dari fitnahmu di dunia dan siksamu di akhirat.”
Hadits tersebut memberi pengertian bahwa fase-fase pertumbuhan anak berdasarkan didaktis atau pendagogis adalah sebagai berikut :
a. Periode pendidikan pertama : sejak lahir sampai umur 6 tahun, anak dijaga dari segala yang mengotorkan jasmani dan rohani yakni antara lain cara disembelihkan akikah dan diberi nama yang baik dengan kata lain periode ini adalah masa pendidikan secara dresser (pembiasaan) dalam hal-hal yang baik.
b. Periode pendidikan kedua, yakni anak dididik tentang adab kesusilaan. Pendidikan ini dimulai umur 6 tahun.
c. Periode pendidikan ketiga : anak dididik seksualnya dengan cara memisahkan tempat tidurnya dari orang tuanya sebab hubungan seksual ayah dan ibu bila sampai dilihat oleh anaknya akan membahayakan jiwa anak tersebut karena anak mempunyai sifat suka meniru perbuatan orang lain terutama orang tuanya. Anak dalam periode ini menginjak umur 9 tahun.
d. Periode pendidikan keempat : yakni bagi anak yang berumur 13 tahun diharuskan mejalankan shalat untuk menenangkan jiwanya karena masa ini anak mulai memasuki alam pubertas dimana pada masa ini anak mengalami kegoncangan jiwa yang sangant membutuhkan pimpinan yang teguh.
e. Periode pendidikan kelima : yakni bagi anak umur 16 tahun. Pada masa ini anak mengalami masa kedewasaan nafsu birahi (seksnya) yang banyak memerlukan penjagaan dari orang tuanya agar tidak terjadi akses-akses seksual yang merugikan. Maka dari itu, ayah diijinkan mengawinkan anaknya sebab menurut pandangan Islam kawin merupakan jalan sebaik-baiknya bagi pencegahan akses-akes seksual tersebut. Adapun mengenai hikmah perkawinan tersebut seperti yang tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya sebagai berikut:
“Hai para pemuda bila kamu telah mempunyai biaya, kawinlah karena kawin itu dapat menenangkan pandangan mata (hati) dan lebih menjaga parji. Dan barang siapa yang belum bisa kawin maka berpuasalah karena berpuasa itu dapat mengurangi syahwat”.
f. Periode pendidikan ke enam yakni bagi umur dewasa (16-21 tahun). Pada waktu ini, anak telah dilepaskan oleh orang tua dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri tidak bergantung lagi pada orang tuanya. Anak pada masa ini harus dididik dirinya sendiri.
Disamping itu, didalam Islam terdapat pula periodisasi pertumbuhan yang dinamakan “masa haddlanah” atau masa pendidikan kanak-kanak. Masa ini bagi anakl umur 0-7 tahun. Sedangkan masa selanjutnya disebut masa dhom yakni bagi anak yang berumur 7 tahun sampai dewasa. Untuk masa hadlanah yang berhak menjadi pendidiknya adalah pihak ibu, karena itu adalh lebih kasihsayang terhadap anak daripada anaknya. Sedangkan pada dhom tanggung jawab pendidikan diletalkan pada ayahnya. Bila anaknya laki-laki dilatih untuk pekerjaan yang berhubungan dengan tugas kaum pria. Bagi anak perempuan masa dhom ini tetap sampai kawin, karena ibulah yang dapat mendidik anaknya dalam hal yang mengenai pekerjaan-pekerjaan wanita.
Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perspektif Islam anak merupakan amanah Allah yang harus dipelihara dan diklembangkan potensinya (biologis, didaktis dan psikologis) melalui proses pendidikan yang sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangannya. Para pendidik Islam seharusnya mengetahui usia-usia perkembangan tersebut diatas berserta cirri masing-masing usia perkembangan itu, karena umunya perkembangan seseorang dengan yang lain kemungkinan besar tidak sama. Dengan mengetahui usia perkembangan dengan cirri-ciri mereka maka pendidik (ayah dan ibu) dapat melayani kebutuhan anak didiknya dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar