PENERAPAN AQIDAH DALAM PENDIDIKAN
oleh :
Asep Yuliana,
Dayatulloh
Misbahudin
Kamaludin
Manusia dilahirkan dengan perasaan mampu melakukan segalanya. Sebelum kemudian dikacaukan oleh pesan-pesan ketidakmampuan yang datang dari lingkungannya. Perasaan mampu itu ditunjukan dengan keberanian melakukan sesuatu. Perhatikanlah tingkah laku bayi berusia 8-9 bulan keatas ketika ia baru mulai bisa duduk dan mencoba untuk menirukan orang-orang dewasa disekitarnya. Dia akan mengeksplorasi dunianya dengan penuh keberanian walaupun tubuhnya belum siap untuk itu. Karena dikepalanya ia belum memiliki konsep bahwa ia tidak mampu.
Ia akan terus bersemangat mencoba melakukan segala hal baru dengan antusias dan tekun. Semua dihadapi 100 % dengan penuh semangat, tawa, dan air mata. Suatu totalitas keikhlasan yang sempurna, ia kerahkan segala yang ia punya sampai kemudian jika ia kurang beruntung berangsur-angsur mulai masuk pesan-pesan ketidakmampuan dari lingkungan yang dipenuhi oleh kata-kata “jangan”, “tidak boleh” atau “ tidak bisa “. Sang bayi ikhlas itupun mulai meragukan potensi dirinya.
Dari cerita dan kisah diatas kita bisa menyimpulkan bahwa penerapan pada setiap orang, baik dengan penerapan positif maupun negative, itu bisa mempengaruhi perilaku dan kehidupan manusia yang awalnya kita semua manusia dilahirkan dengan sempurna. Penerapan itu adalah sesuatu yang dapat merubah tingkah laku manusia baik buruknya. Karena pada hakikatnya manusia didunia ini tidak ada yang jelek ataupun buruk karena yang membuat orang itu jelek atau buruk adalah penerapan sifat-sifat diluar fitrah manusia.
Taqwa/Aqidah = Pikiran + Perasaan
Unsur lain membuat do’a adalah perasaan. Pikiran adalah hasil dari perasaan kita. Merasa tidak enak badan akan menimbulkan pikiran untuk memberi obat atau pergi ke dokter. Do’anya adalah meminta kesembuhan.
Merasa sedih karena lama membujang menimbulkan pikiran untuk mencari pasangan hidup. Do’anya adalah meminta jodoh. Perasaan malu karena masih menumpang dirumah mertua mendorong timbulnya pikiran untuk membeli rumah sendiri. Do’anya, meminta kemampuan membeli rumah sendiri.
Dalam bahasa inggris, pikiran dan perasaan ini disebut Consciousness (kesadaran), sementara bahasa arab menyebutnya sebagai taqwa/Aqidah. Dengan kata lain, ketaqwaan/aqidah kita adalah apa yang kita pikirkan dan kita rasakan. Dengan kata lain lagi, do’a yang kita panjatkan setiap saat itulah bentuk ketaqwaan/keakidahan kita.
Jadi, kualitas ketaqwaan/keaqidahan kita tergantung pada apa yang kita pikir dan rasakan. Tingkat ketaqwaan/keaqidahan kita yang tinggi terjadi apabila hati kita bersih. Karena hati yang bersih menimbulkan perasaan yang baik, dan perasaan yang baik akan membuat pikiran menjadi positif. Jenis kataqwaa/keaqidahan seperti inilah yang membuat kita lebih dekat “Prekuensi” Allah SWT, sehingga untuk mewujudkan apa yang kita inginkan, kita tinggal memutar sedikit saja “Tombol Tuning” kita.
<!
Batasan tentang pendidikan
Batasan tentang pendidikan
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena palsafah yang melandasinya.
<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usahanya sendiri.
>Pendidikan sebagai proses penyiapan warga Negara
>Pendidikan sebagai proses penyiapan warga Negara
Pendidikan sebagai proses penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik.
>Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
<!->Pengertian pendidikan menurut para ahli
Pendidikan berasal dari kata pedagogia (Yunani) yang terdiri dari kata paedos (Anak) dan Agoge (Saya Membimbing) yang menunjuk kepada seorang pelayan pada zaman yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak ked an dari sekolah.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan.
Kalangan para ahli berpendapat tentang hakikat pendidikan dan batasan pengertiannya dan kesemuanya itu sejalan dengan isi hati mereka, menurut arah pandang, pemahaman terhadap hakikat kehidupan dan tujuan hidup itu.
Pendapat para ahli itu diantaranya :
<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Plato (Filosof yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 SM) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan”.
<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Aristoteles (Filosof terbesar yunani, guru iskandar makedoni, yang dilakirkan pada tahun 384 SM – 322 SM) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran”.
<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa arab yang hidup tahun 106 H – 143 H, Pengarang kitab Kalilah dan damimah) mengetakan bahwa : “pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indra kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yeng merupakan satuan akal dan rohani”.
<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Ki hajar Dewantara (Bapak pendidikan nasional Indonesia, 1889 – 1959) merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (Karakter, kekuatan batin ), pikiran (Intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
Dewasa ini perkembangan teknologi begitu maju sangat pesat tanpa bisa kita hindari. Arus informasi begitu cepat masuk kedalam semua ruang lingkup aspek kehidupan termasuk ruang lingkup pendidikan. Semua akses informasi bisa kita dapatkan dengan mudah dan jelas baik itu yang negatif maupun yang positif disinilah perlunya filter atau saringan bagi setiap individu.
Perkembangan kejiwaan setiap individu harus disertai penanaman ahlak dan aqidah, karena ini sebagai dasar dalam perkembangan kejiwaan seseorang selanjutnya. Sekolah sebagai sarana pendidikan formal hanya bisa memberikan pelajaran Agama dengan waktu yang sangat terbatas, padahal pendidikan agama sangatlah penting demi keberlangsungan hidup tiap individu. Kita bisa menyaksikan langsung perkembangan teknologi yang begitu pesat merambah ke tiap-tiap pelosok seperti Hand Phone (HP), Intenet, Laptop dan sebagainya. Banyak penyalah gunaan keguaan dari alat-alat teknologi tersebut kearah yang yang bisa menjerumuskan penggunanya kearah yang negatif.
Kita bisa melihat paradigma yang terjadi di masyarakat khususnya pada peserta didik, mereka menggunakan HP bukan hanya alat untuk komunikasi saja akan tetapi mereka bisa mempernggunakan HP sebagai alat untuk menyaksikan film-film porno, Facebook juga sebagai aplikasi yang terdapat pada HP yang bisa menyita watu sehingga pelajar lupa akan belajar, Internet selain memiliki manfaat yang fostif juga memiliki nilai yang negatif, kita ambil contoh bila seorang pelajar masuk warnet bukan hanya mencari sumber untuk belajar atau juga melengkapi tugas-tugas dari sekolahnya, bisa-bisa pelajar malah mendonload film porno, gambar-gambar fullgar maen game dan lain sebagainya.
Aqidah yang diharapkan dan diprlukan bagi setiap pelajar tanpa terkecuali, adalah aqidah yang menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan, keimanan dan ketaqwaan yang dimaksud asdalah suatu norma-norma agama yang melekat di hati pelajar itu sendiri, tidak mudah menerapakan aqidah dalam hati. Ketika suatu aqidah sudah melekat dalam hati dan jiwa pelajar maka bisa disimpulkan pelajar itu tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan yang negatif.
Kita dapat melihat dari bagan di atas, kami menyimpulkan bahwa iman itu terbagi dua karena tidak sedikit orang mengetahui hukukm-hukum agama tapi realisasinya tidak ada, hal yang seperti itu kami masukan kedalam iman yang hanya dari akal saja. Sedangkan orang yang mengetahui tentang hukum-hukum agama dan realisasinyapun ada, hal yang seperti itu kami masukan kedalam iman yang dari hati.
Memang tidak bisa sepenuhnya kita tumpahkan atau kita tanggungkan kepada pihak lembaga atau sekolah tentang aqidah para peserta didiknya untuk bisa merubah prilaku tiap individu, akan tetapi kami mengangkat tema penerapan aqidah dalam pendidikan tidak semata-mata pelepasan tanggung jawab dari pihak orang tua peserta didik tersebut, melainkan dengan dasar tujuan pendidikan yayasan YASRI yang dimana salah satu tujuanya adalah para pelajar memilki iman.